HUKUM AKAD NIKAH DENGAN SYARAT TIDAK BERHUBUNGAN BADAN
1. Deskripsi Masalah
Hasan dan Talia di jodohkan oleh kedua orang tua mereka,keduanya tidak saling mencintai,akan tetapi demi menyenangkan dan berbakti kepada orang tua mereka berdua menyetujui keputusan orang tua dan keduanya bersepakat untuk melakukan nikah selama satu tahun dan tidak melakukan hubungan suami istri,sampai akad nikah berlangsung tidak ada yang mengetahui kesepakatan itu kecuali kedua mempelai saja.dan setelah berjalan setahun penuh mereka pun bercerai (kesepakatan terjadi sebelum akad bukan ketika akad).
Pertanyaan
a. Bagaimana hukum nikah seperti dalam diskripsi mas'alah?
b. Jika akhirnya kedua mempelai ingin melanggengkan pernikahan mereka (selamanya) apakah diwajibkan melakukan akad nikah lagi ?
PP. An-Nur III "Murah Banyu" Bululawang Malang 03431-833160
Jawaban :
a. Sah namun makruh.
b. Gugur
Referensi :
1. I'anah al-Tholibin juz III hal. 278.
2. Mughni al-Muhtaj juz III hal. 183
3. Al-Majmu' juz XVII hal. 250
إعانة الطالبين الجزء الثالث ص: 278
ولا مع تأقيت معطوف على مع
تعليق أي ولا يصح النكاح مع توقيته قال ع ش أي حيث وقع ذلك في صلب العقد أما لو
توافقا عليه قبل ولم يتعرضا له في العقد لم يضر لكن ينبغي كراهته اهـ
Tidak sah suatu pernikahan dengan batas waktu , as Sabromilisy berkata
apabila syarat tersebut diucapkan ditengah tengah akad , apabila terjadi
kesepakatan sebelum terjadinya akad maka tidak apa apa( tetap sah pernikahanya
) akan tetapi makruh
I’anatut Tholibin Juz : 3 Hal :
278
مغني المحتاج الجزء الثالث ص: 183
(ولو نكح) الزوج الثاني (بشرط) أنه (إذا وطئ طلق) ها
قبل الوطء أو بعده (أو بانت) منه (أو فلا نكاح) بينهما وشرط ذلك في صلب العقد
(بطل) أي لم يصح النكاح ; لأنه شرط يمنع دوام النكاح فأشبه التأقيت فإن تواطأ
العاقدان على شيء من ذلك قبل العقد ثم عقدا بذلك القصد بلا شرط كره خروجا من خلاف
من أبطله ولأن كل ما لو صرح به أبطل إذا أضمر كره ومثله لو تزوجها بلا شرط وفي
عزمه أن يطلقها إذا وطئها
Apabila suami
yang kedua menikah dengan syarat apabila dijima’ maka terjadi talaq sebelum
jima’atau setelahnya atau terjadi talaq ba’in atau tidak terjadi pernikahan
antara keduanya dan syarat tersebut di ucapkan ditengah tengah akad maka batal (
tidak sah ) pernikahanya , karena itumerupakan syarat yang mencegah
keberlangsungan pernikahan yang serupa dengan
memberi tenggang waktu , apabila terjadi kesepakatan atara kedua oarang
yang berakad sebelum terjadi akad , kemudian melakukan akad sesuai kesepakatan dengan
tanpa syarat maka makruh karena keluar dari perbedaan orang yang membatalkan
akad tersebut , kerena segala sesuatu yang batal ketika diperjelas maka ketika
disamarkan menjadi makruh misalnya apabila menikahi perempuan dengan tanpa
syarat tapi ada keinginan mentalaqnya ketika sudah di jima’
Mughni al-Muhtaj juz III hal. 183
الممجموع الجزء السابع عشر ص: 250
وإن تزوج بشرط الخياري بطل العقد لأنه عقد يبطله التوقيت فبطل بالخياري الباطل كالبيع وإن اشترط أن لا ينقلها من بلدها بطل الشرط لأنه يخالف مقتضى العقد ولا يبطل العقد لأنه لا يصح مقصود العقد وهو الإستمتاع فإن شرط أن لا يطأها ليلا بطل الشرط لقوله صلى الله عليه وسلم "المؤمنون على شروطهم إلا شرطا أحل حرما أو حرم حلالا" فإن كان الشرط من جهة المرأة بطل العقد وإن كان من جهة الزوج لم يبطل لأن الزوج يملك الوطء ليلا ونهارا وله أن يترك فإذا شرط أن لا يطأها فقد شرط ترك ما له تركه والمرأة يستحق عليها الوطء ليلا ونهارا فإذا شرط أن لا يطأها فقد شرطت منع الزوج من حقه وذاك ينافى مقصود العقد فبطل اهـ
Apabila menikah dengan syarat
adanya pilihan maka batal akadnya karena itu termasuk akd yang membatalkan ta’qit
( tempo ) seperti jual beli . apabila disyaratkan tidak boleh pindah dari
desanya maka syaratnya batal karena tidak sesuai ketentuan akad dan akadnya
tidak batal karena tidak memperbaiki tujuan akad yaitu istimta’ ( kesenangan )
apabila disyaratkan tidak boleh jima’ pada malam hari maka batal syaratnya
sesuai sabda Nabi : orang iman harus menepati persyaratanya kecuali syarat
menghalalkan perkara yang haram atau mengharamkan perkara yang halal : apabila syarat tersebut dari pihak wanita
maka akadnya batal , apabila dari pihak laki laki maka tidak batal karena suami
yang memiliki hak jima’ baik malam ataupun siang dan meninggalkanya apabila dia
mensyaratkan tidak jima’ maka dia sudah mensyaratkan meninggalkan perkara yang
dia kehendaki untuk ditinggal akan tetapi pihak wanita tetap memiliki hak untuk
di jima’ baik malam ataupun siang . apabila mensyaratkan tidak boleh dijima’maka
wanita tersebut telah mensyaratkan pencegahan hak dari suami dan hal tersebut
menghilangkan tujuan akad maka batal hukumnya .
Al-Majmu' juz XVII hal. 250
sumber : Hasil Bahtsul Masa’il FMPP
0 comments:
Post a Comment