POLITIK DAN DEMOKRASI MENURUT IMAM MAWARDI
Oleh : Dr. Jamal Makmur Asmani
Politik menurut Imam Mawardi adalah jalan Menjaga agama Dan mengatur dunia (حراسة الدين وسياسة الدنيا).
Oleh sebab itu, menegakkan kepemimpinan hukumnya wajib dengan ijma' (konsensus ulama). Kewajiban ini Ada yang mengatakan berbasis akal yang mencegah manusia berbuat dzalim, agitasi, Dan konflik.
Sebagian mengatakan kewajiban ini berdasarkan syara' sesuai firman Allah dalam QS. An Nisa' 59.
Kewajiban menegakkan kepemimpinan ini bersifat kolektif (kifayah), seperti jihad Dan mencari ilmu. Jika ada yang sudah menegakkan, maka gugur bagi yang lain. Jika tdk Ada, maka Harus ada dua kelompok yang menegakkan:
Pertama, kelompok pilihan (اهل الاختيار) yang memilih seorang pemimpin. Kelompok ini harus Adil, punya ilmu, banyak gagasan Dan punya kearifan dalam memilih pemimpin yang lebih layak Dan tegak dalam mewujudkan kemaslahatan.
Kedua, kelompok pemimpin (اهل الامامة) yang bertugas menetapkan seorang pemimpin di antara mereka. Kelompok ini harus Adil, punya kapasitas intelektual memadai, sehat fisik, punya kekuatan mobilitas tinggi, kemampuan manajemen, keberanian Dan intelegensi dalam Menjaga Negara Dan menghadapi musuh.
Syarat pemimpin yang terakhir yang disampaikan Al Mawardi adalah keturunan Quraish. Sesuai hadis Nabi : الأئمة من قريش
Pendapat terakhir ini menjadi perdebatan jika diterapkan di era sekarang. Mgkn zaman Nabi hadis di atas sangat tepat Dan kontekstual sehingga bisa meredakan konflik Anshar Dan Muhajirin dalam perebutan kekuasaan pasca Nabi.
Transisi Kepemimpinan
Imam Mawardi menjelaskan, Pemimpin bisa dipilih dengan Dua jalan.
Pertama, dipilih pemimpin sebelumnya. Hal ini pernah terjadi ketika Abu Bakar memilih Umar bin Khatab sebagai penggantinya.
Kedua, dipilih ahlul halli Wal aqdi (Ahwa), orang-orang pilihan. Hal ini pernah terjadi saat Umar bin Khattab memilih beberapa orang yang mereka kemudian memilih Utsman bin Affan.
KH M Said Abdurrahim Sarang melebarkan konsep Ahwa dalam konteks Indonesia kepada seluruh warga Negara.
Dalam banyak kitab Kuning dijelaskan jika dalam kondisi darurat, pemimpin bisa berkuasa dengan dukungan mayoritas. Hal ini terjadi era Soerkarno yang diberi legalitas NU dengan sebutan ولي الأمر الضروري بالشوكة (penguasa dalam kondisi darurat dengan dukungan mayoritas).
Jangan Golput
Melihat pentingnya hukum memilih pemimpin, maka jangan Golput. Pilihlah pemimpin yang paling baik kompetensi ilmunya (اعلم), paling Adil (اعدل), Dan paling membawa kemaslahatan bagi orang lain (اصلح).
Hal ini bisa dilihat Dari rekam jejak (track record) dalam waktu yang panjang, Tidak hanya sehari, seminggu, sebulan, setahun, tapi selama Lima tahun atau sepuluh tahun ke belakang.
Jangan Curang
Aturan yang ada ditegakkan Dan hindari hal-hal yang dilarang Agama Dan Undang-Undang sekaligus, seperti money politic (رشوة).
Aturan yang ditegakkan diharapkan akan melahirkan pemimpin yang shidiq, amanah, tabligh, Dan fathanah yang membawa kemajuan Dan Kebangkitan bangsa di segala aspek kehidupan.
Sarasehan PCNU Pati-Bawaslu Pati,
JUM'AT, 15 Maret 2019
0 comments:
Post a Comment