HARI BAIK DALAM UPACARA PERNIKAHAN DAKAM PANDANGAN FIQIH ISLAM
Pernikahan merupakan suatu acara yang sakral , sehingga dalam pelaksanaanya biasanya si empunya hajat terkadang harus mencari orang yang ahli dalam hal perbintangan untuk mencari hari baik untuk penyelenggaraan upacara pernikahan tersebut.
Dalam tradisi masyarakat jawa pemilihan hari dalam sebuah upacara pernikahan atau yang lainya seolah menjadi sebuah ritual tersendiri yang harus di jalani si empunya hajat , hal tersebut dilakukan semata untuk menghindari halhal hal yang tidak di inginkan menurut kepercaan yang dianutnya .
Mensikapi fenomena yang ada islam memberikan gambaran hukum dalam menjalankan aktivitas keseharian tak terkecuali dalam mensikapi permasalahan hari baik dan semacamnya .
Dalam hal kepercayaan hari baik atau buruk dalam kaidah ilmu fiqih memberikan gambaran yaitu
الأمر بالمقاصد
Suatu perbuatan / perkara tergantung dengan niat si pelaku.
Hal itu senada dengan sabda Nabi Muhammad SAW
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل إمرئ ما نوى
Sesungguhnya segala perbuatan terletak pada niatnya , dan setiap perbuatan seseorang tergantung pada apa yang di miatkan .
Mengambil dasar dari kaidah diatas bisa difahami dalam menjalankan aktivitas sehari hari terlebih dalam hal yang berkenaan dengan kepercayaan dapat disimpulkan bahwa niat pelaku menjadi rujukan awal dalam menentukan hukum selanjutnya .
Dalam kitab Ghoyah al Talkhis al Murad hal 206 dijelaskan bahwa :
(مسألة) إذا سأل رجل اخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد او النقلة فلا يحتاج إلي جواب لان الشارع نهي عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا فلا عبرة بمن يفعله. وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه ان كان المنجم يقول ويعتقد انه لايؤثر الا الله ولكن أجري الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا . والمؤثر هو الله عز وجل. فهذه عندي لابأس فيه وحيث جاء الذم يحمل علي من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات . وافتي الزملكاني بالتحريم مطلقا. اهـ
“Apabila seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam ini baik untuk di gunakan akad nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti tidak perlu dijawab, karena nabi pembawa syariat melarang meyakini hal semacam itu dan mencegahnya dengan pencegahan yang sempurna maka tidak ada pertimbangan lagi bagi orang yang masih suka mengerjakannya, Imam Ibnu Farkah menuturkan dengan menyadur pendapat Imam syafii : Bila ahli nujum tersebut meyakini bahwa yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah hanya saja Allah menjadikan sebab akibat dalam setiap kebiasaan maka keyakinan semacam ini tidak apa-apa yang bermasalah dan tercela adalah bila seseorang berkeyakinan bahwa bintang-bintang dan makhluk lain adalah yang mempengaruhi akan terjadinya sesuatu itu sendiri (bukan Allah)”.
Senada dengan penjelasan yang ada di Ghiyah al Talkhis al Murad , dijelaskan pula dalam kitab Tuhfah al Muriid hal : 58
Senada dengan penjelasan yang ada di Ghiyah al Talkhis al Murad , dijelaskan pula dalam kitab Tuhfah al Muriid hal : 58
تحفة المريد ص : 58
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله إهـ
“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah) hukumnya kafir dengan kesepakatan para ulama,
atau berkeyakinan terjadi sebab kekuatan (kelebihan) yang diberikan Allah didalamnya menurut pendapat yang paling shahih tidak sampai kufur tapi fasiq dan ahli bidah seperti pendapat kaum mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seorang hamba adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan sifat kemampuan yang diberikan Allah pada dirirnya,
atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara rasio maka dihukumi orang bodoh
atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang mukmin yang selamat, Insya Allah". [ Tuhfah alMuriid 58 ].
Melihat uraian dari kaidah fiqih serta penjabaran dari dua kitab rujukan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Jika kejadian baik dan buruk tersebut didasarkan pada Allah sang pembuat baik dan buruk dan tidak ada hununganya dengan permadalahan hari , sedang pemilihan hari hanya sebatas ihtiyar ( usaha) mencari yang terbaik maka tidak apa apa .
2. Apabila kejadian yang terjadi dinisbatkan pada pengaruh hari tersebut tanpa menyandarkanya dengan Allah sang pencipta baik dan buruk maka hukumnya kufur .
Melihat uraian dari kaidah fiqih serta penjabaran dari dua kitab rujukan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Jika kejadian baik dan buruk tersebut didasarkan pada Allah sang pembuat baik dan buruk dan tidak ada hununganya dengan permadalahan hari , sedang pemilihan hari hanya sebatas ihtiyar ( usaha) mencari yang terbaik maka tidak apa apa .
2. Apabila kejadian yang terjadi dinisbatkan pada pengaruh hari tersebut tanpa menyandarkanya dengan Allah sang pencipta baik dan buruk maka hukumnya kufur .
No comments:
Post a Comment