Pages

Friday, March 29, 2019

NODA BEKAS DARAH HAID YANG MENEMPEL PADA PAKAIAN DALAM , NAJIS APA TIDAK ???

NODA BEKAS DARAH HAID YANG MENEMPEL PADA PAKAIAN DALAM , NAJIS APA TIDAK ???


Darah termasuk perkara yang dihukumi najis , tak terkecuali darah haid . Darah yang menempel pada pakaian menyebabkan pakaian menjadi mutanajis , pakaian yang terkena najis ( mutanajis ) jika digunakan untuk sholat dihukumi tidak sah  karena salah satu syarat sahnya sholat adalah suci pakaian dan tempat yang digunakan untuk menjalankan sholat.

Pada kasus darah haid yang menempel pada pakaian dalam wanita , hendaknya diperhatikan dengan seksama , karena darah haid termasuk zat najis yang harus dibersihkan secara tuntas dari pakaian . 

Rosullullah SAW menyatakan keharusan membersihkan pakaian yang terjena najis sebelum digunakan untuk sholat .


وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ -فِي دَمِ اَلْحَيْضِ يُصِيبُ اَلثَّوْبَ-: - "تَحُتُّهُ, ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ, ثُمَّ تَنْضَحُهُ, ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ" - مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Artinya, “Dari Asma binti Abu Bakar RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pada darah haid yang mengenai pakaian, kau mengoreknya, menggosoknya dengan air, membasuhnya, dan melakukan shalat dengannya,’” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Hadist diatas dapat dipahami bahwa pakaian yang terkena najis darah haid harus dibersihkan secara menyeluruh hingga hilang semua sifat sifat najisnya yaitu rasa , warna dan bau darah haid .

Lalu bagaimana dengan noda bekas darah haid yang tersisa di pakaian dalam meski telah dicuci? Apakah pakaian dengan noda darah haid ini masih terbilang mengandung najis ( mutanajis ) yang tidak bisa digunakan untuk shalat?

Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam Kitab Ibanatul AhkamSyarah Bulughul Maram, mengatakan bahwa sisa noda darah haid pada pakaian yang telah dicuci ditoleransi secara syariat.

يعفى عما بقي من أثر اللون بعد الاجتهاد في الغسل بدليل (ولا يضرك أثره) الآتي في الحديث الذي بعده

Artinya, “Bekas warna (najis) yang tersisa pada pakaian dimaafkan setelah pakaian dicuci secara serius dengan dalil hadits selanjutnya yang berbunyi, ‘Bekasnya tidak masalah bagimu,’”
(Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz I, halaman 54).

Adapun hadits yang dimaksud oleh Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki adalah hadits Abu Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ: - يَا رَسُولَ اَللَّهِ, فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ اَلدَّمُ? قَالَ: "يَكْفِيكِ اَلْمَاءُ, وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ" - أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَسَنَدُهُ ضَعِيف

Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Khawlah RA berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika darah itu tidak hilang?’ ‘Cukup bagimu (mencuci dengan) air itu. Bekasnya tidak masalah bagimu,’” (HR At-Tirmidzi).

Hadits yang dimasukkan dalam Kitab Bulughul Maram, kumpulan hadits-hadits hukum ini menunjukkan ketiadaan masalah dalam mengenakan pakaian yang masih mengandung noda sisa darah haid setelah dicuci secara sungguhan.

يقف الإنسان أمام ربه طاهر البدن فيجب عليه أن يكون كذالك طاهر الملبس إذا سقطت على ملبوساته إحدى النجاسات كالدم أن يزيل ذلك بكل ما في وسعه ممن مجهود، فإذا تعسرت عليه إزالة لون النجاسة  في الثوب فيغتفر له ذلك (ولن يشاد هذا الدين أحد إلا غلبه) وهذا من سماحة الإسلام وتيسير أحكامه... لا يضر بقاء ريح النجاسة أو لونها إذا تعسرت إزالة ذلك

Artinya, “Seseorang berdiri di hadapan Tuhannya dalam kondisi suci secara fisik sehingga ia juga wajib berdiri dalam kondisi suci di pakaian. Bila salah satu jenis najis seperti darah mengenai pakaiannya, maka ia wajib menyucikan najis tersebut secara sungguhan. Bila penghilangan warna najis di pakaian secara total itu sulit, maka itu dimaafkan sebagaimana hadits ‘Tidak ada seorang pun yang mempersulit agama, kecuali agama itu yang menyulitkannya.’ Ini menjadi bagian dari toleransi Islam dan kemudahan hukum Islam… Sisa bau dan sisa warna najis tidak masalah bila sulit dihilangkan,” 
(Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz I, halaman 55).

Dari penjelasan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa pakaian yang masih tersisa noda darah haid tidak masalah digunakan untuk shalat dan kepentingan ibadah lainnya yang mengharuskan kesucian pada badan, pakaian, dan tempat ibadah setelah diusahakan dibersihkan dengan sungguh sungguh .


No comments:

Post a Comment