Pages

Wednesday, February 27, 2019

USUL FIQIH V : PERBEDAAN ANTARA IBADAH DAN ADAT KEBIASAAN

NGAJI USUL FIQIH V
PERBEDAAN ANTARA IBADAH DAN ADAT / MUAMALAH
bersama KH Afifuddin Muhajir (5) 



الفرق بين العبادات والعادات/ المعاملات

Distingsi Antara Ibadah Dan Kebiasaan/ Muamalat

Dalam ibadah dibutuhkan dalil yang memerintahkannya, Tidak boleh berbasis inovasi Dan kreativitas.

Sedangkan dalam kebiasaan atau Muamalat Tidak dibutuhkan dalil yang memerintahkannya, tapi berbasis inovasi Dan kreativitas. Sepanjang Tidak Ada dalil yang melarang, maka diperbolehkan.

Hal ini sesuai kaidah:

الأصل في العبادة التحريم إلا ما دل الدليل علي اباحتها والأصل في المعاملات أو العادات الإباحة إلا ما دل الدليل علي تحريمها

Hukum dasar ibadah adalah Haram kecuali Ada dalil yang membolehkannya. Sedangkan hukum dasar Muamalat atau kebiasaan adalah boleh kecuali Ada dalil yang mengharamkannya.

Dalam konteks ini, Ada Dua contoh yang menarik didiskusikan, yaitu politik Dan Islam Nusantara.

Politik

Politik termasuk kategori Muamalat, sehingga dalam politik pedomannya adalah sepanjang Tidak Ada dalil yang melarang, maka diperbolehkan.

Kebijakan-kebijakan atau Undang-Undang yang dilahirkan berbasis kebutuhan Dan inovasi yang diperbolehkan selama Tidak Ada dalil yang melarang.

Pertama:

Pancasila

Pancasila misalnya, maka pertanyaannya adalah:

1. Apakah Pancasila bertentangan dengan Al Qur'an Dan Sunnah ?

Setelah diteliti ternyata Tidak bertentangan.

2. Apakah Pancasila sesuai dengan syariat Islam ?

Setelah diteliti ternyata sesuai dengan syariat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengutip Ayat Dan hadis tentang ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, Dan keadilan sosial.

3. Apakah Pancasila termasuk syariat Islam ?

Setelah diteliti ternyata Pancasila hakikatnya adalah syariat Islam itu sendiri karena sesuai kandungan Al Qur'an Dan hadis yang disesuaikan dengan konteks Indonesia.

Catatan:

Politik adalah produktivitas akal manusia. Maka, sepanjang Tidak Ada dalil yang melarang, maka diperbolehkan. Hal ini memberikan keleluasaan praktisi politik untuk mengejawantahkan kemaslahatan publik secara luas sesuai situasi Dan kondisi.

Oleh sebab itu, ketika Imam Ibn Aqil Al Hambali  disampaikan seseorang bahwa Tidak Ada politik kecuali yang sesuai dengan syara' ( لا سياسة إلا ما وافق الشرع), maka beliau berkata; Apa maksud kamu ?

Jika maksudnya adalah jika politik Tidak bertentangan dengan syara', maka benar. Hal ini berdasarkan pengalaman para sahabat yang membuat kebijakan dengan prinsip Tidak bertentangan dengan syara' Demi kemaslahatan manusia.

Makanya Imam Ibnu Aqil Al Hambali membuat definisi politik sebagai setiap hukum yang berusaha mendekatkan diri kepada kemaslahatan Dan menjauhkan diri Dari kerusakan, meskipun tidak dijelaskan dalam wahyu atau Tidak dijelaskan dalam Sunnah Nabi.

Politik seperti inilah  politik yang suci Dan menyucikan (طاهر مطهر), bukan politik yang terkena najis (متنجس) atau menjadi najis.

Kedua: Islam Nusantara

Islam Nusantara adalah nama baru, namun substansinya lama (اسم جديد لمسمي قديم).

Sebelum Ada nama Islam Nusantara, prakteknya sudah dilakukan selama berabad-abad sejak Walisongo sampai sekarang. Justru ironisnya yang diperdebatkan adalah nama, bukan substansinya.

Islam Nusantara berkaitan dengan tiga Hal:

1. Bagaimana Islam didakwahkan di Nusantara ?

2. Bagaimana Islam dipahami oleh Ulama Nusantara ?

3. Bagaimana Islam diamalkan atau dipraktekkan kaum muslimin Nusantara ?

Jawabannya:

Dalam keyakinan Muslim Nusantara, syariat  Islam adalah syariat agama yang mencakup tiga dimensi, yaitu: aqidah, syariat amaliyah, Dan tashawwuf. Ini adalah definisi yang universal. Dalam Islam Nusantara, tidak Ada Ada aqidah Nusantara Dan Tidak Ada tasawuf Nusantara.

Aqidah Dan tasawufnya sesuai dengan doktrin yang Ada ala Ahlusssunnah Wal Jamaah ala Imam Abu Hasan Al Asy'ari-Imam Abu Manshur Al Maturidi Dan Imam Junaid Al Baghdadi-Imam Ghazali.

Syariah Amaliyah (Fiqh)

Syariat Islam dalam definisi yang terbatas hanya mencakup hukum amali (praktisi) yang melingkupi hak-hak Allah (حقوق الله) Dan hak-hak  manusia (حقوق الناس). Dalam aspek syariat amaliyah (fiqh) ini, maka dibagi Dua:

Pertama, syariat yang sifatnya tetap-permanen (ثوابت). Hal ini biasanya ditetapkan dengan Nash qathi (pasti yang tidak multi-tafsir).

Kedua, syariat yang sifatnya bisa berubah (متغيرات) karena punya potensi berkembang sesuai situasi Dan kondisi yang disebabkan Tidak Ada aturan yang terang benderang. Hal ini biasanya ditetapkan oleh dalil dhanni (asumsi yang multi-tafsir).

Berangkat Dari keterangan di atas, maka Islam Nusantara adalah:

1. Sarana berdakwah (وسائل الدعوة) yang dipilih sejak Walisongo yang terbukti diterima oleh mayoritas bangsa Indonesia yang mengedepankan toleransi, moderasi, Dan keseimbangan.

Model Islam Nusantara ini dipuji banyak Pengamat Dari luar negeri. Mereka mengatakan:

الاسلام في اندونسيا معجزة من معجزات الاسلام

Islam di Indonesia adalah mu'jizat Dari beberapa mu'jizat Islam yang Ada.

2. Islam Nusantara berkaitan dengan ajaran Islam yang sifatnya bisa berubah (متغيرات) yang Harus menyesuaikan diri dengan situasi Dan kondisi sosial yang melingkupinya.

Contoh:

Pertama: Tradisi Ta'ziyah (Bela sungkawa)

Tradisi ta'ziyah di Indonesia Tidak mengenal pembatasan waktu. Keluarga yang terkena musibah Tidak merasa terbebani, bahkan justru senang jika banyak orang yang datang berta'ziyah mengungkapkan Bela sungkawa. Apalagi jika jaraknya jauh Dan beragam kesibukan yang Ada.

Sedangkan dalam kitab فتح القريب dijelaskan bahwa ta'ziyah setelah tiga Hari wafatnya mayyit hukumnya makruh. Sedangkan di Indonesia ta'ziyah Tidak dibatasi waktu. Kapan saja bisa melakukan ta'ziyah Dan keluarga yang tertimpa musibah merasa senang dengan kedatangan teman Dan saudara yang mengunjunginya.

Jadi ajaran ta'ziyah termasuk ajaran yang bisa berubah (متغيرات) karena pijakannya dalil dhanni yang bisa dikontekstualisasikan sesuai tuntutan ruang Dan waktu.

Kedua: Halal bi Halal

KH Abdul Wahab Hazbullah merintis tradisi halal bi Halal setelah perayaan idul fithri sebagai wahana memohon maaf segala kesalahan Dan kekhilafan.

Dalam fiqh, memohon maaf adalah door to door, Dari rumah ke rumah. Namun Kiai Wahab melihat masyarakat Indonesia mulai malas atau enggan shilaturrahim Dari rumah ke rumah.

Maka, gagasan mengadakan halal bi Halal adalah mengamalkan ajaran Islam dalam bentuk memohon maaf secara kolektif setelah melihat fenomena masyarakat Indonesia yang malas shilaturrahim. Halal bi Halal juga dalam rangka membangun persaudaraan Dan persatuan umat Dan bangsa supaya Tidak mudah dipecah belah.

Jadi praktek Islam Nusantara mampu membangun akhlak Dan adab masyarakat Nusantara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kedamaian, persaudaraan, gotong royong, Dan kasih Sayang antar sesama.

Ketiga, arah ketika buang air kecil Dan besar.

Jika Kita hanya berpegang hadis secara tekstual, maka justru Kita diperintahkan kencing dan buang air besar menghadap Timur atau Barat sesuai hadis:

ولكن شرقوا أو غربوا

(Tetapi menghadaplah Timur atau Barat)

Sedangkan Kita di Indonesia justru menghadap arah sebaliknya, yaitu Selatan atau Utara. Hal ini karena perbedaan geografis Madinah dengan Indonesia.

Madinah berada di sebelah Selatan Makkah, sehingga supaya Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya Harus mengarah ke barat atau Timur.

Sedangkan Indonesia yang berada di Timur Makkah, Harus mengarah ke Selatan atau Utara supaya Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya.

Hal ini menunjukkan pentingnya memahami al-Quran Dan hadis secara kontekstual supaya mampu mengamalkannya secara tepat sesuai situasi Dan kondisi yang mengitarinya. Hal ini dalam rangka mewujudkan tegaknya Islam Rahmatan Lil Alamin yang menjadi tujuan utama syariat Islam diturunkan di muka bumi.

Terima kasih ilmunya KH Afifuddin Muhajir, semoga berkah dunia akhirat, Amin Yaa Rabbal Alamiin..

Kendal, PP Apik Kaliwungu

Sabtu, 15 Desember 2018

No comments:

Post a Comment